Hari ini harus lebih baik dari kemarin, walau sedikit.

Di sudut jalan kecil di Tasikmalaya, suara dentingan mangkuk dan aroma kuah mie ayam menjadi saksi bisu perjuangan Pak Asep. Seorang ayah tiga anak, yang memilih berjualan mie ayam keliling setelah toko material tempatnya bekerja tutup pasca pandemi.

Ia tidak punya gerobak mewah, hanya sepeda motor tua yang diikatkan kotak aluminium sederhana. Tapi setiap pagi, ia berangkat dengan satu semangat: “Hari ini harus lebih baik dari kemarin, walau sedikit.”


Pak Asep mulai meracik mie ayam dari resep ibunya. Sederhana tapi penuh rasa. Ia tak punya latar belakang bisnis, tak paham digital marketing, tapi punya satu senjata: keikhlasan dan usaha yang terus-menerus.

Ia sering berkata kepada anaknya:

“Bapak ini bukan orang kaya, tapi kita tidak boleh malas. Rezeki bukan tentang siapa yang cepat, tapi siapa yang tekun.”

Meski hujan turun, ia tetap keliling. Meski pernah pulang hanya menjual lima porsi, ia tidak menyerah.

Kisah Pak Asep bukan hanya tentang mie ayam. Ini tentang wajah banyak pejuang nafkah di Indonesia — mereka yang bekerja diam-diam, tanpa panggung, tapi penuh makna. Tentang bagaimana ikhtiar dan tawakal menjadi kekuatan utama, bukan hanya teori, tapi cara hidup.

Dari gerobak kecil di tengah jalan sempit, Pak Asep menunjukkan bahwa hidup bukan tentang seberapa besar hasil yang kita dapatkan hari ini, tapi seberapa kuat kita bertahan tanpa kehilangan arah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *